Senin, 13 Juni 2011

Perilaku Remaja


Masa remaja merupakan merupakan masa kritis dalam perkembangan perilaku individu.Pada tahap tersebut remaja mengalami perubahan-perubahan dan perkembangan fisik yang cepat serta dihadapkan pula pada serangkaian tugas dan aktifitas kehidupan yang kompleks dan saling berkaitan yang harus segera diatasinya.Mereka sering kali mencoba perilaku yang modern dan baru trend. Perilaku-perilaku tersebut tidak selalu mengarah pada kebaikan, tetapi banyak diantaranya yang membawa risiko pada kesehatannya .
Pada masa transisi ini remaja rentan untuk mengalami masalah serta berperilaku risiko tinggi, seperti menggunakan NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Aditif), merokok, melakukan seks pranikah, kekerasan, bunuh diri,dan lain-lain. Faktor biologis dan perilaku risiko tinggi pada remaja merupakan masalah yang saling mempengaruhi.Maka dari itu untuk mengatasi masalah perilaku risiko tinggi pada remaja diperlukan pendekatan komrehensif dan multi disiplin, dengan peran serta seluruh komponen, yaitu pemerintah, masyarakat, media, profesional, dan keluarga.
Kebiasaan merokok pada seseorang biasanya diawali pada usia muda yaitu  pada masa remaja. Alasan remaja mulai merokok di Indonesia bervariasi.Mereka merokok untuk pergaulan/persahabatan, coba-coba, mengurangi tekanan/stres, meniru orang tua/dewasa yang sudah merokok, menimbulkan perasaan dewasa/matang dan perasaan jantan. Remaja Perokok pada umumnya berpendapat merokok merupakan hal yang umum, di kalangan  remaja, meskipun merokok itu adalah kebiasaan buruk, namun merokok dapat meningkatkan pergaulan, meningkatkan kejantanan, menyebabkan rasa nyaman dan mengurangi stress. Remaja Perokok mengatakan tidak merokok  sama dengan tidak jantan. Dan mereka tahu bahwa lebih mudah mencegah daripada berhenti merokok.Berdasarkan hasil penelitian Haryanto (2008) dari 261 responden terdapat 114 responden (43,7%) yang pernah merokok dan 147 responden (56,3%) yang tidak merokokpada siswa SMU Negeri Favorit di Kabupaten Takalar.
Data World Health Organization (WHO) tahun 2008 menyebut ada 124 juta orang dewasa yang merokok dimana sebanyak 46% berada di Indonesia. Menurut data Susenas tahun 2001, jumlah perokok di Indonesia sebesar 31,8%. Jumlah ini meningkat menjadi 32% pada tahun 2003, dan meningkat lagi menjadi 35% pada tahun 2004.Prevalensi perokok tertinggi diduduki oleh Lampung (39,9%), Gorontalo(35,2%), dan Jawa Barat (35,0%). Untuk wilayah Sulawesi Selatan sendiri, prevalensi perokok adalah sebesar 27,9% dengan prevalensi perokok laki-laki 58,5% dan perokok perempuan 1,5%.  (Riskesdas 2010).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 prevalensi penduduk yang merokok  pada kelompok umur 45-54 tahun sebesar 32,2%. Sedangkan  pada penduduk laki-laki umur 15 tahun ke atas sebanyak 54,1%  adalah perokok. Prevalensi tertinggi pertama kali merokok pada umur 15-19 tahun (43,3%) dan sebesar 1,7% penduduk mulai merokok pertama kali pada umur 5-9 tahun. Untuk mengatasi hal itu, mengharapkan para Gubernur segera  mengeluarkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di wilayah kerja masing-masing (Depkes, 2010).
Hasil penelitian Rahmad M dkk.,meneliti tentang perilaku merokok siswa STLP15 Makassar tahun 2007, menunjukkan bahwa 64,4% siswa berteman dengan perokok, 52,5% siswa yang berteman dengan perokok sering ditawari rokok, 94% siswa tinggal bersama keluarga yang merokok, 95,8% siswa sering melihat keluarga merokok, 76,3% mengetahui jenis dan merk rokok terbaru dari media masa/ iklan, 98,6% mengetahui bahaya rokok terhadap kesehatan. 67,4% siswa mengaku tidak ditegur bila merokok. Teman sebaya memberi pengaruh paling dominan terhadap perilaku merokok remaja.Pengaruh itu berupa ajakan merokok, diberi rokok, tidak ditegur bila merokok, dan tekanan kelompok sebaya.
Selain perilaku merokok, perilaku berisiko lainnya adalah  perilaku meminum minuman beralkohol. Perilaku ini terjadi karena coba–coba dan terdapat pula pelajar remaja menjadi peminum karena ajakan temannya                        ( Wirawan, 2002 ).
Kebiasaan dan ketergantungan pada minuman beralkohol biasanya dimulai pada masa remaja, umumnya dimulai pada usia 12 – 21 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 18 –25 tahun. Perilaku minum minuman beralkohol, menjadi keprihatinan masyarakat karena kebanyakan hal ini terjadi pada usia remaja yang cukup rawan dengan kriminal dan risiko kesehatan tidak terkecuali pula pada kalangan remaja di Kelurahan Mancani. Perilaku minum minuman beralkohol disebabkan oleh adanya faktor pergaulan/persahabatan, coba coba, mengurangi tekanan/stres, meniru orang tua/dewasa yang minum minuman beralkohol, menimbulkan perasaan dewasa/matang dan perasaan jantan.
Berdasarkan penelitian Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2008 menunjukkan bahwa peminum saat ini pada penduduk umur 10 tahun keatas prevalensinya sebesar 3%, mantan peminum 7%  dan bukan peminum/ pantang minum minuman beralkohol 90%. Selain itu pada persentase Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) 2002-2003 dan SKRRI 2007 memperlihatkan bahwa persentase remaja wanita bukan peminum menurun dari 98% pada SKRRI 2002-2003 menjadi 94 % pada SKRRI 2007. Persentase mantan peminum pada wanita SKRRI 2007 juga lebih tinggi (4%) disbanding SKRRI 2002-2003 (2%), sedangkan pada pria peminum kadang-kadang pada pria juga naik dari 16% pada SKRRI 2002-2003 menjadi 19%  pada SKRRI 2007.
Hasil Riskesdas 2010 Prevalensi nasional Minum Alkohol Selama 12 Bulan Terakhir adalah 4,6%. prevalensi penduduk yang  minum alcohol di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu 5,6%  pada kelompok umur 45-54 tahun sebesar 4,8%. Sedangkan  pada penduduk laki-laki umur 15-24  tahun ke atas sebanyak 5,5% .  Seseorang yang mengkonsumsi minuman beralkohol, timbul keberanian untuk melakukan tindakan negatif.Seperti perkelahian, dimana secara normal mereka tidak berani melakukannya.Minuman beralkohol ini juga menyebabkan ketergantungan atau ketagihan pada diri mereka, sehingga mereka melakukan berbagai upaya untuk mendapatkannya, bahkan dengan melakukan tindak kejahatan pencurian.Minuman beralkohol juga menyebabkan terganggunya otak sehingga membuat hilang rasa malu, dan mereka juga menjadi mudah tersinggung serta cepat marah (Anonim, 2007).
Menurut penelitian Organisasi Kesehatan dunia (WHO), dewasa ini kasus perilaku berisiko menunjukkan persentase yang semakin tinggi yaitu diperkirakan terdapat 1,26 miliar perokok dengan 5 juta kematian pertahun di seluruh dunia, kematian akibat alkohol sebanyak 180 ribu  pertahun. Laporan Narkoba Dunia (World Drug Report) menyebutkan  jumlah penyalahgunaan narkoba di dunia sebesar 200 juta orang (5% dari populasi dunia) yang terdiri dari  160,9 juta orang  yang menggunakan ganja, 34,1 juta  ATS, 13,7 juta orang menggunakan kokain,  15,9 juta orang menggunakan  opiat,  dan 10,6 juta orang  menggunakaan heroin (Himapid, 2009).
Menurut Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007, persentase perempuan dan laki-laki yang tidak menikah, berusia 15-19 tahun merupakan peminum alkohol aktif yaitu  laki-laki 15,5% dan perempuan sebanyak  3,7%, sedangkan  mantan peminum alkohol laki-laki sebesar  15,6%: dam perempuan: 1,7%. Perilaku  penggunaan obat terlarang pada laki-laki dengan cara dihisap: 2,3%, dihirup 0,3% dan ditelan: 1,3%.
Dewasa ini, penyalahgunaan atau ketergantungan narkoba di Indonesia telah sampai pada titik yang mengkhawatirkan. Sekitar 30 hingga 40 orang meninggal setiap hari akibat penyalahgunaan narkoba di Indonesia, dari perkiraan pengguna narkoba sekitar 3,2 juta jiwa. 
Badan Narkotika Kota Makassar mengungkapkan bahwa jumlah pengguna narkotika hingga maret 2011, estimasi jumlah pengguna narkoba di kota Makassar, mencapai 51.000 orang pecandu, dengan usia pengguna didominasi oleh kalangan remaja. Angka ini, juga menempatkan Makassar pada urutan ke-20 dalam penggunaan obat terlarang dari 30 daerah yang di survey, di seluruh indonesia.. Sebagian besar dari korban penyalahgunaan NAPZA (Narkoba, Psikotropika, dan Zat Adiktif) tersebut adalah para remaja yang berusia sekitar 15-25 tahun, dengan berbagai macam faktor pendorongnya dimulai dari coba-coba, karena solidaritas terhadap teman, sebagai pencarian identitas diri, atau pun sebagai bentuk pelarian diri dari masalah yang dihadapi. Sementara itu, pengguna narkoba di Makassar tahun 2010 itu sebanyak 6 ribu orang.Jumlah tersebut terbanyak dari kalangan pelajar dan remaja dengan persentase 60 persen (3600 siswa). Selebihnya dibagi oleh usia dewasa dan yang sudah tua. Ia juga menyebutkan dari jumlah itu, 40 persen diantaranya menggunakan jarum suntik (BNK Makassar 2010).
Penyimpangan perilaku yang ada di masyarakat yang cukup mengkhawatirkan adalah  peningkatan  kasus seks pra nikah.. Perilaku seksual dikalangan remaja banyak disebabkan adanya pornografi, ditayangkan dalam acara TV maupun  internet, ditambah lagi maraknya peredaran compact disk (CD) porno, copy film porno dari Flash disk ke Flash disk lainnya dapat memberikan konsekwensi terhadap penyimpangan perilaku seksual remaja. Selain itu lemahnya kontrol orang tua termasuk masyarakat menyebabkan perilaku ini semakin meningkatkan. Dengan adanya tontonan seks dilayar televisi, interner serta peredaran Compac Disk  Porno, maka hal ini dapat merangsang dan memungkinkan akses tindakan seks pada remaja untuk melakukan  penyimpangan perilaku seksual remaja, apalagi hal ini didukung oleh adanya pergaulan bebas diluar kontrol sehingga memungkinkan terjadinya kehamilan diluar nikah.
Penelitian yang dilakukan oleh Endang Purwati (2004) pada 92 responden di SMA Kartika Wirabuana I Makassar menunjukan bahwa tindakan responden yang pernah dilakukan saat berpacaran adalah jalan berdua 19,7 %, pegangan tangan 5,3 %, cium pipi 10,5 %, cium bibir 34,2 %, pegang buah dada 5,3 %, pegang alat kelamin 9,2 %, dan 15,8 % telah melakukan senggama
Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) di tahun 2002-2003, remaja mengatakan mempunyai teman yang pernah berhubungan seksual pada: usia 14-19 tahun, perempuan 34,7%, laki-laki 30,9%. Sedangkan pada usia 20-24 tahun perempuan 48,6% dan laki-laki 46,5%.   SKRRI pun melanjutkan analisanya pada tahun 2003 dengan memetakan beberapa faktor yang mempengaruhi mereka melakukan seks pra nikah.  Menurut SKRRI, faktornya yang paling mempengaruhi remaja untuk melakukan hubungan seksual antara lain: Pertama, pengaruh teman sebaya atau punya pacar. Kedua, punya teman yang setuju dengan hubungan seks para nikah.Ketiga, punya teman yang mendorong untuk melakukan seks pra nikah. Dalam SKRRI 2007 kepada responden yang menyatakan bahwa hubungan seksual pranikah dapat diterima kemudian ditanya apa alasan mereka bersikap menerima prilaku hubungan seks pranikah, jumlah wanita yang menyatakan menerima prilaku hubungan seksual pranikah adalah sangat sedikit untuk dapat menggambarkan pola prilaku dengan jelas. Secara umum terlihat bahwa lebih dari 50% wanita yang berpandangan hubungan seksual pranikah dapat diterima dengan berbagai alasan yang ditanyakan dalam survey, kecuali alas an untuk menunjukkan rasa sayAng dan citan 35%.Alasan yang paling diterima oleh wanita bahwa pasangan melakukan hubungan seksual pranikah adalah bila pasangan tersebut merencanakan untuk menikah 62%.   Di Sulawesi Selatan tercatat bahwa selama 6 tahun terakhir angka penyakit HIV/AIDS yang disebakab karena prilaku seks bebas mengalami kenaikan sangan drastis  totalnya mencapai 3.899 orang atau bertambah 3.708 orang dari 2004 yang hanya 192 penderita.
SMA Kartika Wirabuana I sendiri merupakan salah satu Sekolah Menengah Atas dengan akreditasi A yang terletak di pusat Kota Makassar, dan sangat mudah untuk memperoleh akses ke berbagai tempat di Makassar seperti pusat perbelanjaan (Mall), hotel/penginapan, tempat-tempat hiburan (cafe), dan warung-warung internet. Keadaan ini dapat memberi pengaruh terhadap perilaku berisiko kesehatan remaja, khususnya pelajar yang berada di daerah tersebut.
Dampak umum dari perilaku berisiko di atas dilihat dari merosotnya prestasi belajar, rusaknya keharmonisan keluarga, perkelahian, kahamilan yang tidak diinginkan dan tindak kekerasan serta meningkatnya kecelakaan lalu lintas. Begitu juga dengan masalah kesehatan yang timbul berupa mewabahnya HIV/ AIDS, meningkatnya penderita gizi buruk, kelainan paru- paru, kelainan fungsi lever dan Hepatitis B serta masih banyak lagi komplikasi perilaku beriko tersebut sehingga perluh perhatian banyak pihak dalam mengendalikan masalah tersebut